Selasa, 03 Juni 2008

PERAN ETIKA DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

C.TREN-TREN TEKNOLOGI YANG MENGANGKAT ISU-ISU ETIKA
Isu-isu etika telah lama ada sebelum kehadiran teknologi informasi.Isu-isu itu merupakan perhatian yang terus-menerus ada pada masyarakat bebas dimanapun.Namun demikian,teknologi informasi semakin mempertinggi perhatian atas etika,memberi tekanan pada pengaturan-pengaturan sosial yang ada,dan membuat hukum yang telah ada menjadi kuno/tidak berlaku secara luas atau sedikit pincang.Ada empat tren teknologi penting yang bertanggung jawab atas tekanan-tekanan etika antara lain:
1.Kekuatan komputasi berlipat ganda
berlipatgandanya kekuatan komputasi semakin memungkinkan bagi sebagian besar organisasi untuk memanfaatkan sistem informasi dalam proses produksinya.Akibatnya ketergantungan kita kepada sistem dan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada sistem serta kualitas data yang buruk juga semakin meningkat.Aturan-aturan sosial dan hukum belum mengatur ketergantungan seperti ini.Standar baku untuk meyakinkan akurasi dan kemantapan sistem informasi belum secara universal diterima dan diupayakan.
2.Biaya atau ongkos penyimpanan data menurun secara drastis.
Kemajuan-kemajuan dalam bidang teknologi penyimpanan data dan penurunan data memungkinkan perbuatan beragam database mengenai individu –karyawan,pelanggan,konsumen,dan pemeliharaannya oleh organisasi public dan pribadi.Kemajuan-kemajuan dalam bidang penyimpanan data ini memungkinkan semakin mudahnya penyalahgunaan data pribadi dan kerahasiaan pribadi.Sistem penyimpanan data yang besar sudah cukup mudah bagi wilayah tertentu dan bahkan bagi perusahaan retail local untuk digunakan sebagai media identifikasi pelanggan.
3.Kemajuan-kemajuan analisis data
Kemajuan-kemajuan dalam teknik analis data dalam jumlah besar merupakan tren teknologi yang menggarisbawahi perhatian terhadap bidang etika,karena memungkinkan perusahaan untuk menemukan informasi lebih rinci mengenai individu.Dengan teknologi sistem informasi kontemporer,perusahaan bisa merangkaikan dan mengkombinasikan bermacam ragam informasi yang tersimpan pada komputersecara lebih mudah daripada masalalu.Pikirkanlah bagaimana anda membuat informasi terkomputerisasi mengenai diri anda-pembelian mengunakan kartu kredit,penggunaan telepon,berlangganan majalah,penyewaan video,pembelian kotak surat,catatan-catatan perbankan,dan catatan-catatan sipil pemerintahan termasuk data kelakuan baik dari kepolisian setempat.Bila semua informasi ini dikelola dan dirangkaikan dengan benar,maka informasi ini bisa mengungkapkan bukan hanya informasi mengenai kebaikan anda,tetapi juga informasi lain misalnya mengenai kebiasaan mengemudi anda,kesukaan anda,rekanan anda,dan minat politik anda.Dengan kata lain dampaknya adalah Perusahaan bisa menganalisis sejumlah besar data secara cepat dan membuat profil individu terinci.
4.Kemajuan-kemajuan pada Internet dan teknologi jaringan

Perusahaan-perusahaan yang memiliki produk-produk untuk dijual membeli informasi terkait dari sumber-sumber ini agar lebih membantu mereka mengarahkan promosi pasar ke sasaran.Pemanfaatan computer untuk mengkombinasi data dari beragam sumber dan menciptakan kombinasi dokumen mengenai informasi rinci individu disebut profiling.
Suatu teknologi analisis data yang disebut non-obvious relationship awareness(NORA) memungkinkan bagi sector pemerintahan maupun pribadi untuk melaksanakan proses profiling secara lebih baik.NORA bisa mengambil informasi mengenai orang-orang dari beragam sumber yang terpisah,missal lamaran pekerjaan,catatan tagihan telepon,daftar pelanggan serta hubungan korelasi untuk menemukan koneksi tersembunyi yang mungkin bisa membantu identifikasi criminal atau teroris.Teknologi NORA memindai data dan mengekstrak informasi sewaktu data sedang dibuat sehingga bisa,misalnya secara cepat menemukan seseorang pada loket penjualan tiket pesawat yang sedang berkomunikasi menggunakan nomor telepon milik seorang teroris yang sudah dikenal sebelum orang itu naik ke pesawat.Teknologi ini bermanfaat sebagai alat Bantu canggih untuk keamanan wilayah negeri,namun memiliki implikasi kerahasiaan pribadi.Dngan kata lain dampak dari kemajuan teknologi internet dan jaringan adalah semakin mudah menyalin dan mengakses data personil dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
D. PERLUNYA BUDAYA ETIKA
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai.
Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
Corporate credo : pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
Program etika : suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
Kode etik perusahaan
Sebagian perusahaan telah mengembangkan kode etik sistem informasi perusahaan,termasuk fedEx,IBM,American Express,dan Merck & Co.Namun,sebagian besar perusahaan belum mengembangkan kode etik tersebut,meninggalkan karyawan mereka dalam ketidaktahuan mengenai perilaku yang diharapkan.Ada beberapa argumen mengenai kode etik umum dan kode etik sistem informasi khusus.Sebagai manajer,Anda harus secara ketat mengembangkan standar etika khusus sistem informasi untuk masing-masing dimensi moral:
a.Hak-hak informasi dan kewajiban:Kode etik harus mencakup topik-topik seperti email karyawan dan kebebasan pribadi Internet,pengawasan di tempat kerja,perlakuan informasi perusahaan,dan kebijakan-kebijakan mengenai informasi pelanggan.
b.Hak-hak kepemilikan dan kewajiban:Kode etik harus mencakup topik-topik seperti lisensi perangkat lunak,kepemilikan fasilitas dan data perusahaan,kepemilikan perangkat lunak yang diciptakan oleh karyawan di perangkat keras perusahaan,dan hak cipta perangkat lunak.Tuntunan-tuntunan khuusus untuk relasi dengan pihak ketiga juga harus tercakup.
c.Pertanggungjawaban dan Kendali:Kode etik harus menentukan tanggungjawab individu untuk semua sistem informasi,dan pelaporan yang dilakukan kepada individu ini harus oleh orang lain yang bertanggung jawab atas hak-hak individu,perlindungan hak kepemilikan ,kualitas sistem,kualitas hidup(misalnya rancangan kerja,ergonomik,kepuasan karyawan).Kewajiban-kewajiban untuk kendali sistem ,audit,dan manajemen harus secara jelas ditetapkan.Potensi pertanggung jawaban secara hukum untuk para pelaksana sistem dan perusahaan juga harus dirincikan dalam dokumen terpisah.
d.Kualitas Sistem:Kodde etik harus menguraikan level umum kualitas data dan kesalahan sistem yang masih bisa ditolerir dengan spesifikasi rinci atas proyek tertentu.Kode etik harus mewajibkan kepada semua sistem untuk mengusahakan kualitas data standar dan mengatasi kemungkkinan-kemungkinan kesalahan sistem.
e.Kualitas Hidup:Kode etik harus menyatakan bahwa tujuan sistem adalah untuk meningkatkan kualitas hidup untuk pelanggan dan karyawannya dengan mencapai level tertinggi dari kualitas produk ,layanan pelanggan,kepuasan karyawan,dan martabat manusia melalui ergonomik yang baik,rancangan pekerjaan dan alur kerja,dan pengembangan sumber daya manusia.




Alasan pentingnya etika komputer
Etika computer terdiri dari dua aktivitas utama dan CIO adalah pihak yang bertanggungjawab atas aktivitas itu.Kedua aktivitas dari etika computer tersebut antara lain:
CIO harus waspada dan sadar bagaimana komputer mempengaruhi masyarakat.
CIO harus berbuat sesuatu dengan menformulasikan kebijakan-kebijakan yang memastikan bahwa teknologi tersebut secara tepat.
Namun ada satu hal yang sangat penting bahwa bukan hanya CIO sendiri yang bertanggungjawab atas etika komputer. Para manajer puncak lain juga bertanggungjawab. Keterlibatan seluruh perusahaan merupakan keharusan mutlak dalam dunia end user computing saat ini. Semua manajer di semua area bertanggungjawab atas penggunaan komputer yang etis di area mereka. Selain manajer setiap pegawai bertanggungjawab atas aktivitas mereka yang berhubungan dengan komputer.Dengan kata lain tanggung jawab tersebut meluas kepada setiap pengguna computer pada level manapun.
Menurut James H. Moor ada tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada komputer, yaitu :
Kelenturan logika : kemampuan memprogram komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan . Yang dimaksud dengan kelenturan logika di sini adalah bahwa perangkat aplikasi dalam komputer akan melakukan hal-hal yang diinginkan oleh pembuatnya, dalam hal ini adalah programmer. Programmer sendiri menggunakan analisanya dalam menangkap kebutuhan pengguna (users) sebagai landasan dalam perancangan dan konstruksi aplikasi yang dibuatnya. Pertanyaannya adalah: apakah program yang dibuat telah 100% tepat berfungsi seperti yang diinginkan oleh pemakainya? Contoh yang paling klasik adalah
seorang customer service yang memberikan alasan kepada pelanggan bahwa keluhan mereka tidak beralasan karena berdasarkan data pada komputer, tidak terdapat hal-hal yang aneh. Dengan kata lain,customer service dalam konteks ini “berasumsi” atau “menganggap” bahwa yang dilakukan computer selalu benar. Dilihat dari sisi pengguna, customer service ini dapat dibenarkan karena yang bersangkutan telah mengikuti prosedur yang ditetapkan. Sementara dari sisi manajemen yang membuat prosedur, hal yang sama juga dibenarkan karena aplikasi yang ada telah diujicobakan sebelum diimplementasikan dalam aktivitas operasional sehari-hari. Namun apakah perangkat aplikasi tersebut memang sudah benar-benar “benar” dalam arti kata melakukan persis hal-hal seperti yang diinginkan perusahaan, seperti:Apakah logika pemrograman yang dipergunakan sudah tepat seperti yang dipergunakan perusahaan di lapangan?Apakah algoritma atau struktur program yang dipergunakan sudah tepat mencerminkan segala kemungkinan skenario yang kerap terjadi dalam operasional sehari-hari? Apakah formula-formula yang diinginkan sudah tepat diimplementasikan oleh sistem? Apakah perangkat lunak aplikasi yang ada sudah bebas dari kesalahan (error) baik yang disebabkan oleh sistem maupun manusia pemakainya?
Apakah komputer dapat “menjawab” semua pertanyaan atau kasus yang mungkin terjadi
sehari-hari? Apakah aplikasi yang diimplementasikan masih relevan dengan kebutuhan perusahaan saat ini?Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang harus diajukan karena bagi pengguna atau users,komputer adalah sebuah kotak hitam yang dibuat oleh praktisi teknologi informasi seperti programmer.Programmer yang tidak memiliki etika yang baik tidak akan begitu perduli dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di perusahaan yang secara prinsip merupakan resiko yang tidak dapat dipandang kecil.
Faktor transformasi : komputer dapat mengubah secara drastis cara kita melakukan sesuatu. Kehadiran komputer dalam dunia bisnis tidak hanya telah berhasil meningkatkan kinerja perusahaan yang menggunakannya, namun telah secara langsung mengubah cara-cara orang melakukan kegiatan atau aktivitas bisnis sehari-hari (transformasi). Dapat dilihat bagaimana electronic mail telah dapat menggantikan komunikasi tradisional surat-menyurat, internet menggantikan pusat informasi, Electronic Data Interchange (EDI) menggantikan transaksi manual, sistem basis data (database system) menggantikan lemari penyimpan arsip, dan lain sebagainya. Transformasi besar-besaran juga terjadi pada level manajemen puncak dimana peran komputer semakin lama semakin besar dalam proses pengambilan
keputusan. Produk-produk Management Information System, Decision Support System, dan Executive Information System ditawarkan oleh berbagai perusahaan software di dunia untuk membantu para manajer dan direktur dalam industri tertentu dalam aktivitasnya sehari-hari. Konsep mengenai etika berkembang dalam fenomena transformasi ini karena telah bergesernya paradigma dan mekanisme dalam melakukan transaksi bisnis sehari-hari, baik antara komponen-komponen internal perusahaan maupun dengan factor eksternal lainnya. Isu-isu yang berkembang sehubungan dengan hal ini adalah sebagai berikut:
1. Sebuah perusahaan memaksa perusahaan supplier-nya untuk menggunakan perangkat
lunak tertentu agar dapat dengan mudah diintegrasikan
2. Sekumpulan investor baru mau menanamkan investasinya jika perusahaan yang
bersangkutan telah memiliki sumber daya manusia yang akrab dengan teknologi
komputer (computer literate)
3. Konsorsium konsultan dan vendor perangkat lunak bersedia membantu perusahaan untuk
menerapkan teknologi informasi dengan syarat harus mempergunakan aplikasi tertentu
4.Asosiasi pada suatu industri tertentu dibentuk yang beranggotakan perusahaanperusahaan
pada industri tersebut yang menggunakan perangkat lunak sejenis
5. Pemerintah memaksa perusahaan-perusahaan untuk membeli dan menggunakan
perangkat lunak produksi perusahaan tertentu tanpa memperhatikan keanekaragaman
kebutuhan masing-masing perusahaan
Hal-hal tersebut di atas memperlihatkan, bahwa tanpa adanya etika dalam dunia komputer – khususnya dalam dunia perangkat lunak – pihak-pihak tertentu dapat dengan mudah memanfaatkan trend dan fenomena transformasi ini. Perusahaan berskala kecil dan menengah biasanya yang kerap menjadi korban dari institusi atau konsorsium yang lebih besar.

Faktor tak kasat mata :
semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan.Faktor ini membuka peluang pada nilai-nilai pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan rumit yang tidak terlihat dan penyalahgunaan yang tidak terlihat. Sebagai sebuah kotak hitam yang dibuat oleh praktisi teknologi informasi, di mata pengguna atau user,
komputer akan bekerja sesuai dengan aplikasi yang diinstalasi. Ada tiga operasi dasar internal yang
dilakukan oleh para programmer dalam membangun kotak hitam tersebut:
1. Nilai-Nilai pemrograman yang tak terlihat – yang merupakan parameter-parameter yang
dipergunakan oleh programmer untuk membangun aplikasinya. Bagaimana perusahaan dapat mengetahui bahwa nilai-nilai parameter yang dipergunakan sudah tepat dan tidak dimanipulasi?
2. Perhitungan yang tak terlihat – yang merupakan kumpulan dari formula-formula yang
dipergunakan dalam proses pengolahan data menjadi informasi, yang selanjutnya akan
dipergunakan oleh manajemen untuk mengambil keputusan. Bagaiamana manajemen dapat mengetahui bahwa formula yang dipakai sudah benar dan akurat?
3. Penyalahgunaan yang tak terlihat – yang merupakan kemungkinan dikembangkannya sebuah program atau algoritma yang melanggar hukum seperti penggelapan pajak, pembocoran rahasia internal (mata-mata), manipulasi perhitungan, dan lain sebagainya.
Faktor tak kasat mata merupakan “kesempatan” yang paling banyak dipergunakan oleh para “penjahat elektronik” karena seperti halnya hubungan antara pasien dan dokter, seringkali perusahaan memasrahkan seutuhnya pengembangan aplikasi kepada para programmer yang ditunjuk.

HAK SOSIAL DAN KOMPUTER
Masyarakat memiliki hak-hak tertentu berkaitan dengan penggunaan komputer, yaitu :
I. Hak atas komputer :
Hak atas akses komputer
hak atas keahlian komputer
hak atas spesialis komputer
hak atas pengambilan keputusan komputer
II. Hak atas informasi :
1. Hak atas privasi
2. Hak atas akurasi
3. Hak atas kepemilikan
4. Hak atas akses
Beberapa langkah untuk menghadapi dampak pemanfaatan TI (I Made Wiryana):
a. Desain yang berpusat pada manusia;
b. Dukungan organisasi;
c. Perencanaan pekerjaan;
d. Pendidikan;
e. Umpan balik dan imbalan;
f. Meningkatkan kesadaran publik;
g. Perangkat hukum;
h. Riset yang maju.

Selasa, 08 April 2008

ETIKA PROFESI

MENYOAL ETIKA PROFESI AKUNTAN
Monday, 03 March 2008 10:29

Banyaknya pelanggaran etika dalam dunia bisnis termasuk jasa profesi menimbulkan preseden buruk bagi perkembangan jasa itu sendiri. Pelanggaran etika ini terjadi karena masih minimnya moral prilaku dari pelaku, dan termasuk belum adanya standar etika yang bisa diterima secara bersama.

Kita bisa melihat kejadian yang menimpa jasa profesi akuntan dalam hal ini auditor (Kantor Akuntan Publik) yang dituding bertanggung jawab terhadap penglikuidasian puluhan bank di Indonesia.

Menariknya, tudingan ini berasal dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut koordinator Badan Pekerja ICW, mensinyalir pihak KAP berkolusi dengan bank yang diauditnya yang sebenarnya bermasalah. Hal itu bisa dilihat dari kondisi bank yang bobrok dibuat seolah-olah tidak apa-apa. Dan di kemudian hari tiba-tiba ambruk.

Namun pihak akuntan mengatakan persoalan salah dan benarnya akuntan dalam melakukan tugas pekerjaannya, tolok ukurnya tidak sederhana seperti yang dikemukakan ICW (Media Akuntansi, edisi 19/Juli-Agustus 2001).

Pelanggaran etika kembali terjadi baik dalam skandal korporasi menengah dan besar atau dari dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa canto skandal korporasi di Amerika; (1) ADELPHIA yaitu adanya kemungkinan tidak mengungkapkan hutang sebesar US$3,1 milyar dan jaminan kepada keluarga pendirinya secara memadai, (2) COMPUTER ASSOCIATES yaitu adanya kemungkinan menggelembungkan pendapatan yang fiktif dan memberikan imbalan jasa kepada top executive secara tidak memadai, (3) ENRON, diakui telah menggelembungkan laba (earnings) secara tidak layak dan menyembunyikan hutang melalui bisnis partnership, dan khusus di dalam negeri seperti; kasus Bank Lippo, yang auditor terlibat di dalamnya (Sensi, 2003).

Peristiwa skandal korporasi di atas hampir semuanya melibatkan jasa profesi akuntansi. Sehingga tidak heran jasa ini menjadi sorotan dalam masyarakat. Masyarakat yang peduli termasuk anggota Ikatan Akuntan Indonesia mendorong supaya kode etik jasa profesi dikaji ulang. Banyak pertanyaan yang muncul atas kejadian yang menimpa jasa profesi akuntansi, misalnya; Apakah auditor bertanggungjawab penuh terhadap kecurangan korporasi. Bagaimana jika auditor telah melaksanakan prosedur audit sesuai dengan SPAP namun gagal mendeteksi adanya fraud (audit failure), kemudian apakah benar aspek indepedensi merupakan satu-satunya yang menjadi issue utama. Dalam kenyataannya auditor selalu menjadi kambing hitam (spacegoats for bust) dalam skandal korporasi (Sensi, 2003).

Memang disadari sejak bergulirnya reformasi ekonomi tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas dan transparansi jasa profesi khususnya akuntan, mau tidak mau kita berlapang dada mereposisikan peranan jasa profesi. Satu hal yang mendasar bagi jasa profesi yang saat ini masih diabaikan oleh para pelaku adalah masalah etika atau moral. Perdebatan seputar etika memicu berbagai kalangan internal maupun eksternal merumuskan kembali arti pentingnya etika bagi jasa profesi. Dalam hal ini kita membagi permasalahan menjadi beberapa kategori yaitu; Pertama, perlukah pendidikan profesi akuntansi (PPA) dilandasi dengan moral atau etika yang jelas? Dari manakah sumber etika itu diambil? Kedua, badan apakah yang berhak untuk menetapkan etika? dan Ketiga, perlukah dibentuk dewan kehormatan terhadap pelanggaran etika jasa profesi akuntan?

Konsep Etika

Disadari atau tidak peranan etika telah dianggap sebagai simbol saja bagi pelaksanaan jasa pengauditan oleh akuntan. Di Indonesia, masyarakat baru sadar tentang pentingnya etika setelah terjadi krisis multidimensi, sedangkan di barat isu etika telah lama digaungkan sejak tahun 1915 oleh Harvard Business School.

Pengertian etika yang diambil dari kamus besar Bahasa Indonesia adalah :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban (Akhlak).

2. Kumpulan dasar atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Sedangkan menurut Boynton dan Kell, etika terdiri dari prinsip-prinsip moral dan standar. Moralitas berfokus pada perilaku manusiawi benar dan salah. Selanjutnya Arens – Loebbecke (2000) menyatakan bahwa etika secara umum didefinisikan sebagai perangkat moral dan nilai.

Dalam teori etika, kata moralitas diambil dari Bahasa Latin moralia, kata sifat dari mos (adat istiadat) dan mores (perilaku). Sedangkan etika berasal dari Bahasa Yunani ethikos, kata sifat dari ethos (perilaku). Menurut De George (1982), etika merupakan suatu studi tentang moralitas. Ia juga menyatakan, moralitas merupakah istilah yang mencakup segala aktivitas yang mempertimbangkan pentingnya kebenaran (right) dan kesalahan (wrong). (Media Akuntansi, Utak-atik Etika Bisnis, no 26. bulan Mei 1998)

Masih berhubungan dengan teori etika, menurut Beauchamp, Bowie, Murphy dan Laczniak (1993 : 1981), menurut mereka ada dua teori etika. Pertama, teori deontologi, yang menitikberatkan pada tindakan-tindakan tertentu atau perilaku-perilaku dari seorang individu. Pendekatannya kepada kebenaran yang mendasar dari sebuah tindakan. Kedua, teori teleologi, yang lebih menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan atau perilaku tertentu., dasar pendekatannya berupa jumlah kebaikan atau keburukan yang terdapat dalam konsekuensi tindakan.

Dari perspektif Islam etika tidak hanya sekedar perilaku individu yang bertindak secara benar tanpa suatu nilai kebenaran. Islam lebih menekankan penggunaan kata akhlak ketimbang etika. Dalam Islam pembahasan akhlak merupakan pembahasan yang menyatu dengan aqidah dan syariat. Syekh An Nabhani (2001) mendefinisikan akhlak sebagai perintah dan larangan Allah SWT tanpa melihat lagi apakah akhlak mesti diberi perhatian khusus yang dapat melebihi hukum-hukum atau ajaran Islam lainnya. Beliau juga menyatakan bahwa akhlak akan terwujud jikalau individu atau masyarakat menjalankan ajaran Islam secara paripurna. Sedangkan Muhd Shabri Abd. Majid (2002) mengatakan dalam membangun manusia maka diperlukan sikap (akhlak) , aspirasi, cita rasa dan motivasi manusia.

Berdasarkan pengertian etika yang telah dipaparkan di atas dapat kita simpulkan bahwa etika atau moral atau akhlak adalah suatu sikap atau perilaku yang dibentuk berdasarkan nilai baik dan buruk yang berasal dari sang pencipta manusia itu sendiri yaitu Allah SWT. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Pengertian baik dan buruk tidak dilalui dengan pengalaman atau pemikiran akan tetapi telah ada sejak pertama kali "ruh" ditiupkan. "Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya" (QS Asysyams: 7-8).

Pengertian (pemahaman) baik dan buruk merupakan kefitrahan manusia yang harus diungkap lebih jelas, atas dasar apa kita melakukan suatu amalan. Sesungguhnya kefitrahan itu sejalan dengan kehendak Allah yang disebut dalam Al-Qur’an :

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS Arrum: 30).

Kesadaran Beretika

Kesadaran beretika mestilah harus dipahami secara komprehensif. Etika tidak bisa dilepaskan dari suatu nilai yang bersifat universal. Tidak diragukan lagi kebenarannya baik secara normatif, empirik bahwa nilai ideologi Kapitalis yang selama ini diterapkan di Indonesia telah gagal. Terbukti hancurnya segala dimensi kehidupan baik politik, ekonomi, social, budaya, serta moral hanya dalam waktu sekejap. Sehingga memang dalam membangun etika selama ini tidak terlepas dari suatu ideologi Kapitalis yang diaplikasikan selama puluhan tahun. Sejak runtuhnya perekonomian Indonesia, mulailah orang melirik kepada sistem ekonomi Islam. Sistem perekonomian Islam pun mulai digaungkan kepada dunia bisnis.

Situasi ini memang sudah mulai disadari oleh dunia Barat termasuk Indonesia sendiri, tetapi kesadaran itu baru sampai pada tahap pentingnya etika. Saat ini di dunia Barat mulai muncul perlunya etika dalam berbagai hal. Namun ada dua sikap : apakah etika itu perlu dilegalisasi (distandarisasi) atau dibiarkan saja secara alamiah melalui mekanisme pasar (market mechanism), budaya dan "social control" (Harahap ; 2001).

Sikap ini harus kita cermati dengan hati-hati, karena kesalahan melangkah akan mengakibatkan kerusakan yang fatal. Selama ini Barat (baca: Amerika) selalu mempropagandakan politik pasar bebas dalam gaung globalisasinya. Sehingga, kalau kita mau melihat fakta dengan kritis, maka globalisasi ini sebenarnya adalah pengglobalisasian ideologi Kapitalisme (Abdul Qaddim Zallum: 1996).

Kenyataannya mainstream masih berpihak pada etika yang diserahkan kepada "market" atau "social control" tanpa harus melalui "law enforcement" dengan alasan mempertahankan kemurnian tatanan sosial sekulerisme. Kendatipun "social control" ini ada perannya namun dalam berbagai pelanggaran "code ethics" di berbagai profesi yang diserahkan kepada prinsip voluntarisme ternyata tidak efektif dan banyak membawa korban di pihak manusia dan peradabannya. Kemungkinan besar pemikiran- pemikiran etika yang dilegalisasi akan mendapat tempat dihati para pembuat kebijakan di masa yang akan datang.

Pendidikan Etika

Pendidikan profesi akuntansi (PPA) merupakan jalur pendidikan profesi untuk mendapatkan sebutan akuntan. Penyelenggaraan pendidikan profesi diatur selama 2 sampai 4 semester dengan SKS minimum 20 dan maksimum 40 SKS Pendidikan tinggi ini diharapkan menghasilkan lulusan yang tidak saja memiliki pengetahuan yang cukup, tetapi juga bertakwa dan mempunyai integritas. Dengan kata lainnnya adalah menghasilkan lulusan sebagai manusia seutuhnya. (Baridwan, 2003).

Namun demikian, pertanyaan yang muncul apakah jumlah SKS dan waktu yang terbatas dalam pendidikan profesi akuntansi mampu menghasikan manusia seutuhnya (berpengetahuan dan bermoral). Untuk mengatasi masalah banyaknya beban pendidikan yang harus diselesaikan selama mahasiswa itu kuliah, dapat ditempuh dengan cara mengkombinasikan kegiatan intra dan esktra kurikuler. Sebagaian pendidikan agama dan moralitas tetap ada dalam kurikulum, dan kekurangannya dilaksanakan melalui kegiatan ekstra kurikuler. Untuk kegiatan yang masuk dalam kurikulum, materi yang terkait dengan emosional dan spritual intelligences dapat dicakup melalui:

1. Mata kuliah tersendiri

2. Bagian terpisah dalam mata kuliah tertentu

3. Dalam setiap bahasan dalam mata kuliah.

Pemilihan salah satu cara perlu disesuaikan dengan sifat mata kuliah dan waktu yang tersedia (Baridwan, 2003).

Sumber Etika

Dengan kesadaran terhadap pentingnya etika dalam jasa profesi, maka kita juga tidak dapat mengabaikan tentang sumber etika bagi jasa profesi. Berdasarkan adanya dua sikap dari penetapan etika apakah dilegalisasi atau dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar, tidaklah terlalu diperdebatkan andaikan sumber etika atau aturannya jelas. Namun karena mekanisme pasar sekarang lebih banyak didominasi oleh nilai sosial sekulerisme, maka sangatlah berbahaya kalau kita serahkan begitu saja. Dan kalaupun kita legalisasi dengan aturan yang menggunakan nilai Kapitalisme juga sama bahayanya. Lalu sumber manakah yang harus kita jadikan acuan dalam menetapkan standar etika yang benar dan berlaku bagi semua jasa profesi?

Negara Indonesia yang memiliki muslim terbesar di dunia sudah seharusnya menerapkan sistem Islam dalam segala bidang termasuk dalam masalah perekonomian. Islam memandang bahwa setiap perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan terikat dengan hukum syara’, sesuai dengan kaidah ushul : "Asal hukum suatu perbuatan terikat pada hukum syara". Dengan demikian akhlak yang merupakan perwujudan pelaksanaan hukum syara’ pun jelas sekali terikat dengan hukum syara’.

Hanifah (2001:9) berpendapat bahwa nilai syari’ah tersebut merupakan paradigma alternatif di dalam merumuskan kerangka konseptual untuk akuntansi Islam. Landasan pacu ini yang kemudian akan mengantarkan wajah dari etika jasa profesi akuntan. Paradigma syari’ah yang diperkenalkan oleh Hanifah, dalam merumuskan kerangka konseptual akuntansi merupakan multi paradigma yang holistic, mencakup keseluruhan dimensi dan saling terkait (integrated). Multi paradigma syari’ah inilah yang membedakan paradigma akuntansi konvensional yang memiliki muatan Kapitalis atau Sekulerisme. Sehingga tidaklah begitu heran banyak akuntan pun sekarang lebih berorientasi kepada kebutuhan materi belaka, akibatnya mengabaikan nilai moral yang mengutamakan pertanggungjawaban kepada Allah SWT.

Bentuk tanggung jawab yang diwakili informasi akuntansi tersebut adalah bentuk laporan keuangan yang full disclosure, dan pemberian opini atau rekomendasi dengan penekanan kepada pemenuhan kewajiban kepada Allah, keadilan masyarakat, kebenaran dan kejujuran. Apabila hal ini dipraktekkan, maka pelanggaran etika akan dapat diminimalisir. Karena mereka akan dimintai pertanggungjawaban nanti di akhirat.

Oleh karena itu, selayaknya sumber etika diambil dari etika Islam, dan menjadi suatu alternatif bagi pembenahan dan reposisi jasa profesi . Tidak peduli lagi apakah standar etika tersebut dilegalisasi atau dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar, dengan syarat tiga pilar yaitu, individu yang taat, masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahyi mungkar, dan negara yang menerapkan sistem Islam ditegakkan (An Nabhani, 2001).

Badan Penetapan Standar Etika

Muncul suatu permasalahan, siapakah atau lembaga manakah yang berhak untuk menetapkan standar andaikan kita memilih untuk melegalisasi standar etika bagi jasa profesi. Persoalan ini tidak akan muncul jika kita memilih standar etika diserahkan kepada mekanisme pasar.

Khusus di AS, penetapan standar etika dipengaruhi oleh dewan akuntansi (Board of Accountancy) di 50 negara bagian. Setiap negara bagian memberikan izin kepada praktisi individu berpraktek sebagai anggota CPA. Memang tidak semua negara bagian mengadopsi semua aturan, tetapi mereka memberikan suatu batasan-batasan sesuai dengan kondisi negara mereka.

Etika profesional Kantor Akuntan Publik (CPA), telah diatur oleh American Instituted Certified Public Accountant (AICPA) dalam kode pelaksanaan profesi (code of professional conduct). Kode ini terdiri dari empat bagian yaitu; prinsip, aturan pelaksanaan, penafsiran aturan yang dijalankan, dan pengaturan etika. Bagian dari kode ini sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan profesi yang mengandung suatu diskusi umum pada kebutuhan karakteristik tertentu dari CPA. Bagian prinsip ini terdiri dari dua bagian utama; enam prinsip etika dan suatu diskusi dari prinsip-prinsip tersebut. Enam prinsip tersebut adalah pertanggungjawaban, kepentingan publik, integritas, objektivitas dan independensi, perhatian, ruang lingkup dan sifat pelayanan.

Di Indonesia, kita bisa menyerahkan pembuatan standar etika profesi kepada IAI bekerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya seperti MUI, ISEI, dsb. Sehingga diperlukan suatu dialog dan konvensi guna memberikan sumbangsih terhadap etika bagi jasa profesi. Kerjasama ini dibutuhkan guna meminimalisir gap antara jasa profesi dengan masyarakat. Karena salah satu penyebab pelanggaran etika adalah standar etika seseorang berbeda dari masyarakat secara keseluruhan (Arens dan Loebbecke : 2000).

Pengendalian Etika

Untuk memastikan jalannya penyelenggaraan etika maka diperlukan pengendalian. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu pendekatan internal dan eksternal. Pendekatan internal yaitu suatu pendekatan yang dilakukan oleh diri seseorang (self control) sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya (pengawasan malaikat). Sedangkan pendekatan eksternal yaitu suatu pendekatan yang menekankan perlunya dewan kehormatan yang mengadili pelaku jasa profesi yang melanggar etika keprofesiannya. Sanksi yang diberikan bisa berupa teguran atau peringatan tegas.

Dilihat dari fakta yang ada yaitu masih banyaknya pelanggaran etika jasa profesi, dua pendekatan ini sangat diperlukan dalam rangka mensukseskan pelaksanaan etika jasa profesi. Namun yang perlu diingat adalah anggota dewan kehormatan ini pun harus memiliki jiwa yang kompeten, jujur, dan berani (nilai universal).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dikaji ulang pelaksanaan standar etika di Indonesia. Pembuatan dan pelaksanaan standar etika selama ini lebih bermuatan nilai Kapitalis Sekulerisme, sehingga mengabaikan nilai ruh (ketauhidan). Oleh karenanya diperlukan suatu alternatif pilihan dalam mengarahkan sumber standar etika, pelaksanaanya dan pengendaliannya, Pembenahan etika ini idealnya dimulai dari pendidikan tinggi akuntansi dan pendidikan profesi akuntansi.

Islam merupakan agama samawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan agama- agama terdahulu, tentunya bersifat universal bagi seluruh umat manusia. Terlebih lagi Indonesia yang merupakan umat Islam terbesar sudah selayaknya diatur dengan hukum yang diciptakan oleh Allah SWT yang Maha Tahu segala sifat dan karakter manusia, termasuk dalam masalah moral atau akhlak jasa keprofesian.***